Pekanbaru, Jetsiber.com- Sri Deviyani (48), warga Tenayan Raya, Pekanbaru diduga sebagai korban kriminalisasi sebagai tersangka setelah EM melaporkan ke pihak kepolisian karena merasa telah menjadi korban penipuan dan penggelapan.
Merasa dirinya mengalami diskriminasi hukum oleh penyidik, lantas ibu dua anak ini bersama kuasa hukumnya Mirwansyah SH MH lapor ke Propam Polda Riau. Pengaduan tersebut diterima Bripka Waldi Mubarak SH MH dengan mengeluarkan surat pengaduan bernomor: 26/IV/2021/Propam, tanggal 27 April kemarin.
"Dalam hal ini saya merasa di diskriminasi oleh penyidik. Padahal semuanya sudah jelas pada saat gelar perkara pada 8 Juni 2020 lalu. Persoalannya yang awalnya murni perdata dijadikan pidana. Makanya kami melaporkan dua oknum polisi ke Propam Polda Riau," kata Sri Deviani dalam press konference yang digelarnya, Jumat (30/4/2021) di Pekanbaru
Menurut Devi, kasus ini bermula ketika EM
membeli tanahnya yang terletak tak jauh dari Kantor Camat Tenayan Raya pada tahun 2012.
"Dia membeli bukan dengan kontan, tapi dengan cara dicicil. Dan setelah beberapa pembayaran tak kunjung tuntas sampai dia menyerahkan Mobilnya sebagai ganti. Itu pun belum cukup untuk melunasi utangnya," terang Devi.
Setelah mobil yang dihargai sekitar Rp120.000.000 diserahkan, Devi lantas menyerahkan surat tanah ke EM melalui asisten rumahtangganya yang bernama Supriadi. Meski pun pada waktu itu pembayaran belum lunas.
Setelah surat diserahkan ke EM, dari sinilah Devi mulai kesulitan managih utang-utangnya. Kemudian pada tahun 2014, EM membantu menjualkan sebidang tanah milik Devi di lokasi yang berdekatan.
"Tanah itu terjual Rp1,8 M, tapi yang saya terima cuma Rp1,4 M. Dia akan membayarnya setelah Surat dibaliknamakan atas nama pembeli.
"Eee... Surat selesai utang tak juga dibayar. Dia juga meminta kepada saya untuk membaliknamakan surat tanah yang dia beli. Baru kemudian melunasi utangnya. Mana mau saya terkena dua kali. Surat itu saya tahan sampai dia membayar lunas semuanya".
"Karena tak ada tanda-tanda EM bisa melunasi utangnya, pada tahun 2016 dia membatalkan pembelian tanah yang pertama. Karena dibatalkan, saya tentu harus mengembalikan sisa uangnya. Dan itu saya menghitung seluruh utang piutangnya. Tak ada masalah waktu itu. Surat tanah kembali ke tangan saya. Masalahnya muncul ketika tanah itu saya jual pada tahun 2017. Ini lah yang menjadi alasan dia mengadukan saya ke polisi telah melakukan penipuan dan penggelapan," bebernya.
Dalam penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian, Supriadi (asisten rumah tangga Eem) yang ditunjuk sebagai saksi membenarkan kalau majikannya memiliki utang kepada Sri Deviani. Bahkan dengan gamblang Supriadi yang tau jalan ceritanya menyampaikannya kepada penyidik.
"Dua kali Supriadi memberikan keterangan, isinya tetap sama tak berubah. Bahkan EM sendiri mengakui semua itu dihadapan ketua Tim gelar perkara pak Azwar," sebut Devi.
Dikatakan Devi, dirinya tidak tidak menerima hasil gelar perkara. "Beberapa bulan setelah dilakukan gelar perkara, terbit laporan baru dan SPDP. Di laporannya baru itu tertulis kalau EM tidak pernah menerima Surat. Anehnya, bukan lagi Supriadi sebagai saksi, tapi ada nama lain yang menjadi saksi. Artinya, sejak pengaduan sampai gelar perkara dihilangkan sama sekali," tukasnya. Kemudian nama Suprihadi dimaaukan kembali di BAP terakhir.
Sementara, Mirwansyah selaku kuasa hukum Devi juga merasa heran dengan dengan status tersangka kliennya. Padahal dalam gelar perkara yang dilakukan penyidik pada tahun 2020 lalu sudah jelas dan terang duduk persoalannya.
"Kasus ini bergulir sejak 2018. Dan baru dilakukan gelar perkara pada tahun 2020. Saya melihat masalahnya ini menyangkut perdata. Yakni soal jual beli. Kok tiba-tiba bisa lari ke pidana," ucap Mirwansyah.
Pun begitu, selaku lawyer ia tetap menghormati asas presumption of innocent (praduga tidak bersalah). Karena masalah ini sudah masuk tahap 2, dirinya sudah mempersiapkan berkas untuk memperjuangkan kliennya.
"Kita sudah siapkan segala sesuatunya untuk membongkar persoalannya ini di pengadilan nantinya dan berharap mendapat perlindungan hukum" pungkasnya.
(sier)
Editor | : | Nuri Hamzah |
Kategori | : | Pekanbaru |
silakan kontak ke email: redaksi.jetsiber@gmail.com